Kematian tragis Prajurit Dua (Prada) Lucky Chepril Saputra Namo (23) di tangan para seniornya kembali memunculkan sorotan tajam publik terhadap praktik senioritas berbahaya di tubuh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).
Insiden yang terjadi pada 6 Agustus di markas Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur ini tidak hanya meninggalkan duka mendalam, tetapi juga mengingatkan bahwa kekerasan berbasis senioritas antara prajurit senior dan junior masih menjadi persoalan serius yang bahkan kerap dianggap sebagai “tradisi” di lingkungan militer.
Prada Lucky meninggal dunia setelah menjalani perawatan intensif di Unit Perawatan Intensif (ICU) RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo. Pihak keluarga menyebut korban mengalami cedera parah, termasuk ginjal bocor dan paru-paru terisi cairan, diduga akibat penganiayaan berulang kali oleh seniornya.
Almarhum sendiri baru 2 bulan masuk TNI AD.
Ketua DPR Puan Maharani menegaskan bahwa hubungan senior-junior di tubuh TNI harus dibangun atas dasar saling menghormati, bukan intimidasi atau kekerasan.
“Hal tersebut tentu saja jangan sampai terulang lagi. Hubungan antara senior dan junior jangan kemudian didasarkan oleh tindak atau perilaku kekerasan, namun bagaimana saling hormat dan menghormati, saling menghargai,” ujarnya dilansir dari Kompas.com di Gedung DPR RI, Senin (11/8).
Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) Tb Hasanuddin juga mengingatkan bahwa senior harus memberi contoh positif.
“Jangan ada sifat arogansi lah. Ya biasa-biasa saja. Toh sesudah pensiun, kita kembali menjadi masyarakat biasa. Seharusnya memberi contoh, memberikan arahan yang positif. Itu harapan saya,” tuturnya.
20 PRAJURIT JADI TERSANGKA, APA MOTIF?
Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Piek Budyakto mengungkapkan bahwa 20 prajurit telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk seorang perwira muda berpangkat Letnan Dua yang menjabat sebagai komandan peleton. Perwira tersebut diduga dengan sengaja memberi kesempatan bawahannya untuk melakukan kekerasan terhadap Prada Lucky.
Seluruh tersangka kini menjalani pemeriksaan intensif oleh Polisi Militer Kodam IX/Udayana.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengungkapkan bahwa peristiwa ini bermula dari kegiatan pembinaan prajurit. Namun, ia menegaskan kekerasan bukan bagian dari prosedur pembinaan resmi dan insiden ini akan menjadi bahan evaluasi mendalam di satuan operasional.
Menurut Wahyu, kekerasan dilakukan menggunakan anggota tubuh, bukan senjata atau alat lain.
“Tidak ada alat ya, lebih kepada menggunakan anggota badan tangan,” jelasnya.
Dalam insiden tersebut, seorang prajurit lain selamat dan kini dalam kondisi sehat. Perbedaan nasib antara korban dan rekannya diduga terkait kondisi fisik, kesehatan, dan perlakuan berbeda yang diterima masing-masing prajurit.
Kakak korban, Lusy Namo, mengungkap bahwa adiknya mengalami luka parah akibat penganiayaan berulang kali, termasuk saat pergantian piket.
“Ginjalnya bocor dan paru-parunya ada cairan yang harus mendapat penanganan medis secara intensif,” bebernya di Asrama TNI Kuanino, Kota Kupang, NTT, dikutip dari detikBali.